Jakarta UKN
Jakarta kembali bergetar oleh
langkah politik Presiden Prabowo Subianto. Senin sore (8/9/2025), Istana Negara
menjadi saksi peristiwa penting reshuffle Kabinet Merah Putih kedua. Sebanyak
enam tokoh baru resmi dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan di hadapan kepala
negara, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan pimpinan lembaga negara.
Baca Juga yaitu
1. Menguak Misteri
Facebook Pro, Mengapa Kreator Pemula Gagal, Sementara Para Suhu Justru Berjaya?
2. Mantan Ketua KONI
Lahat Terseret Korupsi Dana Hibah Rp287 Juta, Ditangkap di Hari Jadi Kejaksaan
3. Ijazah SMA Gibran
Digugat ke Pengadilan, Benarkah Wakil Presiden Tak Punya Ijazah Indonesia?
4. Nadiem Makarim Resmi
Jadi Tersangka Korupsi Chromebook, Dari Ruang Menteri ke Meja Hijau
5. Tiga Desa di Talang
Padang Sosialisasikan Bahaya Narkoba
6. Prabowo Perintahkan
Tindak Tegas Massa Anarkis. Demokrasi di Ujung Tanduk atau Penegakan Hukum ?
7. 7 Brimob Diperiksa
Propam Usai Affan Tewas Dilindas Rantis, Benarkah Akan Ada Tersangka?”
Langkah ini bukan sekadar
pergantian wajah, melainkan sebuah sinyal keras bahwa Prabowo ingin mengamankan
mesin pemerintahan dengan orang-orang kepercayaannya. Pelantikan berlangsung
khidmat, dimulai dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, pembacaan surat
keputusan presiden, hingga sumpah jabatan yang dipandu langsung oleh Prabowo.
Namun di balik seremoni resmi itu, aroma politik yang lebih tajam tengah
berembus.
Daftar Menteri Baru yang
Dilantik
1. Menteri Keuangan Purbaya
Yudhi Sadewa
2. Menteri Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia Mukhtarudin
3. Menteri Koperasi Ferry
Juliantono
4. Menteri Haji dan Umrah
Mochamad Irfan Yusuf
5. Wakil Menteri Haji dan Umrah
Dahnil Anzar Simanjuntak
Kehadiran nama-nama ini
langsung menimbulkan spekulasi. Bukan hanya karena posisi yang mereka duduki,
melainkan juga latar belakang politik dan jaringan yang menyertainya.
Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa
sebagai Menteri Keuangan menjadi sorotan utama. Purbaya bukan nama asing di
lingkaran ekonomi nasional. Ia dikenal sebagai ekonom dengan pendekatan
pragmatis, sekaligus pernah terlibat dalam sejumlah tim ekonomi pemerintahan
sebelumnya.
Namun, langkah Prabowo memilihnya
dianggap sebagai “pencopotan halus” terhadap pejabat lama. Banyak pengamat
menilai keputusan ini adalah bagian dari upaya Presiden menancapkan kontrol
penuh pada kebijakan fiskal, terutama di tengah tantangan besar: defisit
anggaran, fluktuasi rupiah, dan beban subsidi energi.
Dengan Purbaya di kursi Menkeu,
Prabowo diyakini ingin kebijakan fiskal berjalan seiring dengan agenda besar
pertahanan dan kedaulatan pangan-energi yang selama ini ia gaungkan.
Nama Mukhtarudin mungkin tak
sepopuler tokoh-tokoh politik lain, tapi penunjukannya sebagai Menteri
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menandai pergeseran prioritas.
Isu pekerja migran memang kerap
menjadi batu sandungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara tujuan kerja.
Dari kasus kekerasan, gaji tidak dibayar, hingga perlindungan hukum yang lemah,
semua masih menjadi pekerjaan rumah.
Prabowo tampaknya mengirim pesan
bahwa nasib pekerja migran tidak lagi dianggap urusan sampingan, melainkan
perlu “kapal komando” yang lebih kuat. Mukhtarudin ditugaskan untuk mengubah
paradigma: dari pekerja migran sebagai penyumbang devisa menjadi warga negara
yang harus mendapat perlindungan penuh.
Nama Ferry Juliantono bukan
kejutan bagi pengamat politik. Ia dikenal sebagai kader lama Gerindra sekaligus
loyalis Prabowo. Menempatkan Ferry di Kementerian Koperasi jelas menunjukkan
upaya presiden mengonsolidasikan basis politiknya.
Koperasi sering dipandang
sebelah mata, padahal potensinya luar biasa besar. Dengan Ferry di pucuk
kementerian, Prabowo tampaknya ingin menghidupkan kembali semangat ekonomi
kerakyatan yang sudah lama ia gembar-gemborkan.
“Ini bukan hanya soal koperasi,
ini soal mengakar ke basis rakyat,” kata seorang analis politik. “Prabowo
sedang mengikat simpul ekonomi rakyat agar sejalan dengan agenda
pemerintahannya.”
Yang paling mencuri perhatian
publik justru pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, sesuatu yang sebelumnya
belum pernah ada dalam sejarah Indonesia. Menteri yang ditunjuk adalah Mochamad
Irfan Yusuf, sementara wakilnya adalah Dahnil Anzar Simanjuntak, salah satu
orang dekat Prabowo.
Keputusan ini memunculkan dua
tafsir. Pertama, bahwa Prabowo ingin lebih serius menangani penyelenggaraan
ibadah haji dan umrah yang selama ini sering menuai kritik: antrean panjang,
biaya tinggi, hingga kasus dugaan penyalahgunaan dana haji.
Kedua, ada analisa politik
kementerian baru ini sekaligus menjadi “posisi strategis” untuk menempatkan
loyalis. Dahnil Anzar misalnya, sudah lama dikenal sebagai juru bicara sekaligus
tangan kanan Prabowo. Kini ia mendapat jabatan formal di pemerintahan.
Meski demikian, kehadiran
kementerian khusus haji dan umrah juga menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak
menilai langkah ini justru berpotensi menambah birokrasi dan tumpang tindih
kewenangan dengan Kementerian Agama.
Reshuffle kali ini jelas bukan
sekadar pergantian teknokrat. Ada beberapa pesan politik yang bisa dibaca:
1. Konsolidasi Kekuasaan
Prabowo mengisi pos-pos penting
dengan orang dekat dan loyalis. Ini adalah cara untuk memperkuat basis politik
sekaligus memastikan tidak ada “pembelot” dalam kabinet.
2. Fokus pada Isu Populis
Perlindungan pekerja migran,
koperasi, dan haji-umrah adalah isu yang langsung bersentuhan dengan rakyat.
Dengan menaruh perhatian pada bidang ini, Prabowo berusaha menguatkan citra
sebagai presiden yang peduli pada kebutuhan riil masyarakat.
3. Ekonomi sebagai Prioritas
Penunjukan Purbaya sebagai Menkeu
menunjukkan bahwa Prabowo ingin memastikan kendali penuh atas arah ekonomi,
terutama menjelang tahun-tahun sulit dengan tekanan global.
Bagi sebagian pengamat,
reshuffle kali ini juga tak bisa dilepaskan dari dinamika politik jangka
panjang. Dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, kabinet Prabowo
sering disebut sebagai “koalisi besar” yang rawan retak.
Dengan menempatkan orang-orang
kepercayaan di posisi strategis, Prabowo seakan ingin memastikan jalannya
pemerintahan tak tersandera oleh kompromi politik. Langkah ini juga bisa
menjadi fondasi untuk menghadapi pertarungan politik di 2029.
Publik tentu bereaksi beragam.
Ada yang melihat reshuffle ini sebagai langkah positif, terutama dengan
hadirnya kementerian baru yang fokus pada isu spesifik. Namun ada pula yang
skeptis, menilai bahwa reshuffle hanyalah “bagi-bagi kursi” untuk loyalis.
Tantangan nyata menanti para
menteri baru:
1. Purbaya harus mampu
menstabilkan ekonomi.
2. Mukhtarudin dituntut melindungi
pekerja migran dari jeratan mafia tenaga kerja.
3. Ferry Juliantono wajib
menghidupkan kembali koperasi yang selama ini lesu.
4. Irfan Yusuf dan Dahnil harus
membuktikan bahwa Kementerian Haji dan Umrah bukan sekadar proyek politik,
melainkan solusi nyata bagi jutaan jemaah.
Reshuffle kabinet selalu
menjadi momen penuh tanda tanya. Apa motif sebenarnya? Apakah untuk memperbaiki
kinerja pemerintahan atau sekadar mengokohkan kekuasaan?
Yang jelas, langkah Prabowo
kali ini memperlihatkan keberanian untuk mengambil keputusan besar. Dengan enam
tokoh baru di kabinet, arah pemerintahan Merah Putih II akan semakin menarik
untuk diamati.
Satu hal yang pasti, rakyat menunggu bukti nyata, bukan sekadar nama besar atau loyalitas politik. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment